Kamis, 12 November 2009

Kisah Kejujuran


KISAH KEJUJURAN
Dikisahkan dari Mubarok -ayahanda dari Abdulloh Ibnu al-Mubarok- bahwasanya ia pernah bekerja di sebuah kebun milik seorang majikan. Ia tinggal di sana beberapa lama. Kemudian suatu ketika majikannya -yaitu pemilik kebun tadi yang juga salah seorang saudagar clari Hamdzan- datang kepadanya clan mengatakan, “Hai Mubarok, aku ingin satu buah delima yang manis.”Mubarok pun bergegas menuju salah satu pohon clan mengambilkan delima darinya. Majikan tadi lantas memecahnya, ternyata ia mendapati rasanya masih asam. Ia pun marah kepada Mubarok sambil mengatakan, “Aku minta yang manis malah kau beri yang masih asam! Cepat ambilkan yang manis!”

Ia pun beranjak dan memetiknya dari pohon yang lain. Setelah dipecah oleh sang majikan; sama, ia mendapati rasanya masih asam. Kontan, majikannya semakin naik pitam. Ia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, majikannya mencicipinya lagi. Ternyata, masih juga yang asam rasanya. Setelah itu, majikannya bertanya, “Kamu ini apa tidak tahu; mana yang manis mana yang asam?”

Mubarok menjawab. “Tidak.”“Bagaimana bisa seperti itu?”“Sebab aku tidak pernah makan buah dari kebun ini sampai aku benar-benar mengetahui (kehalalan)nya.”
“Kenapa engkau tidak mau memakannya?” tanya majikannya lagi.“Karena anda belum mengijinkan aku untuk makan dari kebun ini.” Jawab Mubarok. Pemilik kebun tadi menjadi terheran-heran dengan jawabannya itu ..

Tatkala ia tahu akan kejujuran budaknya ini, Mubarok menjadi besar dalam pandangan matanya, dan bertambah pula nilai orang ini di sisi dia. Kebetulan majikan tadi mempunyai seorang anak perempuan yang banyak dilamar oleh orang. Ia mengatakan, “Wahai Mubarok, menurutmu siapa yang pantas memperistri putriku ini?”

“Dulu orang-orang jahiliyah menikahkan putrid-¬putri mereka lantaran keturunan. Orang Yahudi menikahkan karena harta, sementara orang Nashrani menikahkan karena keelokan paras. Dan umat ini menikahkan karena agama.” Jawab Mubarok.

Sang majikan kembali dibuat takjub dengan pemikirannya ini. Akhirnya majikan tadi pergi dan memberitahu isterinya, katanya, “Menurutku, tidak ada yang lebih pantas untuk putri kita ini selain Mubarok.”

Mubarok pun kemudian menikahinya dan mertuanya memberinya harta yang cukup melimpah. Di kemudian hari, isteri Mubarok ini melahirkan Abdullah bin al-Mubarok; seorang alim, pakar hadits, zuhud sekaligus mujahid. Yang merupakan hasil pernikahan terbaik dari pasangan orang tua kala itu. Sampai-sampai Al-Fudhoil bin ‘Iyadh Rohimahullah mengatakan -seraya bersumpah dalam perkataannya-, “Demi pemilik Ka’bah, kedua mataku belum pernah melihat orang yang semisal dengan Ibnu al-Mubarok.

***
Hari ini, kecurangan dan penipuan sudah semakin banyak terjadi dalam kehidupan sebagian orang. Sangat jarang kita temukan orang jujur lagi dipercaya dalam menunaikan amanah serta yang jauh dari sifat curang dan penipu. Kejujuran sudah menjadi sesuatu yang langka. Berbahagialah Anda yang masih memiliki kejujuran sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
Dari Abdullah bin Mas'ud ra: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sesungguhnya seseorang biasa berlaku jujur hingga ia disebut shiddiq (orang yang senantiasa jujur). Sedang dusta mengantarkan kepada perilaku menyimpang (dzalim) darn perilaku menyimpang mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya seseorang biasa berlaku dusta hingga ia disebut pendusta besar." (HR Bukhari Muslim)

KISAH KEJUJURAN DAN KETULUSAN
Pada 30 tahun silam, seorang istri saudagar di Washington , AS , di mana pada suatu malam, tanpa sengaja kehilangan tas tangannya di sebuah rumah sakit. Saudagar itu begitu cemas, dan berusaha mencarinya sepanjang malam itu. Sebab di dalam tas tangan itu bukan saja berisi 100.000 dollar AS, tapi juga berisi sebuah informasi pasar yang sangat rahasia.
Ketika pedagang tersebut tiba di rumah sakit, ia melihat seorang gadis lemah dan kurus yang dingin gemetaran berjongkok bersandaran tembok di koridor rumah sakit yang sunyi, dan yang dipeluknya dengan erat dalam dekapannya itu adalah tas tangan istrinya yang hilang.
Gadis yang bernama Seada ini, datang ke rumah sakit itu menemani ibunya yang sedang dirawat. Kehidupan anak dan ibu yang saling bergantung hidup ini sangat miskin, barang-barang yang berharga telah habis terjual, dan uang yang terkumpul juga hanya cukup untuk membayar biaya semalam rumah sakit. Jika tidak ada uang maka besok akan diusir dari rumah sakit. Malam itu, Seada yang tak berdaya berjalan mondar-mandir di koridor rumah sakit, dengan polos ia memohon berkah dan perlindungan Tuhan, bisa bertemu dengan seorang yang baik hati menolong ibunya. Tiba-tiba, sebuah tas kulit seorang wanita yang baru turun dari loteng terjatuh di atas lantai ketika melewati koridor itu, mungkin karena tergesa-gesa, sehingga ia tidak menyadari sedikitpun kalau tas kulitnya terjatuh. Ketika itu di koridor hanya ada Seada seorang. Ia mengambil tas kulit itu, lalu bergegas mengejar wanita itu, tapi wanita itu sudah naik ke sebuah mobil dan pergi dengan angkuh.
Seada kembali ke kamar ibunya dirawat, dan ketika dia membuka tas kulit itu, ibu dan anak itu terkejut melihat segepok uang di dalamnya. Dan seketika itu, mereka pun sadar, bahwa dengan uang sebanyak itu bisa digunakan untuk mengobati penyakit ibunya. Namun ibunya menyuruh Seada mengembalikan tas kulit itu ke koridor, menunggu orang yang kehilangan tas kulit itu kembali mengambilnya. Yang harus dilakukan dalam sepanjang hidup manusia adalah membantu orang lain, membantu orang lain yang lagi kesulitan, yang tidak layak dilakukan adalah serakah dengan harta yang tidak halal, mengabaikan kebenaran begitu melihat uang orang lain.
Tas dikembalikan ke pemiliknya. Kemudian pedagang itu berusaha sekuat tenaga untuk menolong ibu Seada, namun ibunya tetap menghembuskan nafas terakhir meninggalkan gadis yang sebatang kara itu. Kedua ibu dan anak itu bukan saja telah membantu mengembalikan kerugian 100.000 dolar AS itu kepada sang pedagang, yang lebih penting adalah informasi market yang didapatkan kembali dari kehilangan itu, membuat usaha pedagang itu maju, dan tidak lama kemudian menjadi hartawan besar.
Seada yang diadopsi sang pedagang, dimana setelah menyelesaikan kuliahnya kemudian membantu sang hartawan mengelola perdagangannya. Meski sang hartawan selama itu tidak mengangkatnya memangku jabatan apapun yang sesungguhnya. Namun selama dalam tempaan yang panjang, kecerdasan dan pengalaman sang hartawan memberi pengaruh halus dan tak terasa mempengaruhinya, sehingga membuatnya menjadi seorang pebisnis yang matang. Ketika memasuki usia senja, banyak sekali visi sang hartawan mesti meminta pendapat Seada.
Ketika sang hartawan dalam masa kritis, ia meninggalkan sebuah surat wasiat yang mengejutkan:

"Sebelum saya kenal dengan Seada dan ibunya saya sudah sangat kaya. Namun, ketika saya berdiri di hadapan anak dan ibu yang dirundungi kemiskinan dan penyakit tapi tidak berniat memiliki uang saya yang hilang itu, saya melihat merekalah yang paling kaya, sebab mereka mentati norma kehidupan yang mulia, dan justru inilah yang tidak ada pada diriku sebagai pedagang. Uang yang saya dapatkan adalah dari hasil tipu menipu, adalah mereka yang membuat saya menyadari bahwa modal terbesar dalam perjalanan hidup manusia adalah kepribadian. Saya mengadopsi Seada bukan karena balas budi, juga bukan simpati, melainkan mengundang teladan seseorang sebagai manusia. Dengan adanya dia di sisiku, dalam perdagangan, akan selau kuukir dalam hati,mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Ini adalah sebab hakiki makmurnya usaha saya di kemudian hari, hingga saya menjadi hartawan yang kaya raya. Setelah saya meninggal, harta kekayaan semuanya saya wariskan kepada Seada. Ini bukan menghadiahkan, melainkan agar supaya usaha saya bisa lebih cemerlang. Saya yakin, putera saya yang cerdas dapat memahami curahan perhatian ayahnya".

Ketika putera sang hartawan yang berada di luar negeri kembali, ia membaca dengan seksama isi surat wasiat ayahnya, kemudian tanpa ragu sedikitpun membubuhkan tanda tangan di atas surat warisan tersebut:

"Saya setuju Seada meneruskan semua harta kekayaan ayah. Saya hanya berharap Seada bisa menjadi istri saya."

Setelah melihat tanda tangan putera sang hartawan, Seada sedikit agak ragu, lalu mengambil pena dan membubuhkan tanda tangannya:

"Saya terima semua harta kekayaan yang ditinggalkannya termasuk puteranya."

JADIKANLAH KEJUJURAN SEBAGAI PAKAIAN ANDA. DISAAT KEJUJURAN TELAH MENJADI BARANG LANGKA DALAM KEHIDUPAN INI.

Tidak ada komentar: