Dalam
sebuah tindakan pelayanan akan selalu menyediakan beragam kemungkinan respon
publik, yaitu puas dan tidak puas. Bagi mereka yang puas berkemungkinan mereka
akan berlanjut pada tingkat loyalitas sedangkan bagi mereka yang tidak puas
berkemungkinan melakukan komplain aau bahkan menarik diri dari berhubungan
dengan organisasi pelayanan tersebut. Pelanggan yang komplain oleh sebagian
besar perusahaan masih dianggap sesuatu yang negatif. Perusahaan yang mendorong
pelanggan untuk komplain, biasanya sudah mengalami pergeseran sikap terhadap
komplain, sehingga komplain tidak dipersepsi sebagai sesuatu yang negatif,
tetapi justru lebih banyak sisi positifnya.
Pada
organisasi yang dikelola dengan baik maka model complain bergerak dari yang
awalnya menyampaian sesuatu yang bersifat krik terhadap pelaksanaan pelayanan
yang diberikan oleh perusahaan/ organisasi menuju penyampaian pendapat yang
lebih bersifat positif berupa masukan-masukan, saran-saran tentang bagaimana
pelaksanaan pelayanan dapat dilaksanakan lebih baik. Kemampuan mendorong
pelanggan untuk menyampaikan saran dan masukan terhadap pelayanan yang diberikan
menunjukkan bahwa organisasi telah mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan
memuaskan pelanggan sehingga tingkat kesadaran publik untuk terlibat dalam
upaya meningkatkan pelayanannya seakan menjadi kebutuhan dan tanggung jawab
bersama.
PENGERTIAN COMPLAINT
“ A
complaint is an expression of dissatisfaction, about the standard of service,
actions or lack of action …… affecting
an individual customer or group of customers “
( Keluhan / komplain pelayanan adalah merupakan
ekspresi perasaan ketidakpuasan atas standar pelayanan, tindakan atau tiadanya
tindakan aparat pelayanan yang
berpengaruh kepada para pelanggan )
An expression of
dissatisfaction by or on behalf of an individual/customer regarding any aspect
of a service provided by the firm. A complaint may be made verbally or in
writing
(Ekspresi ketidakpuasan seseorang atau pelanggan atas beragam aspek yang
disediakan oleh perusahaan. Keluhan dapat dilakukan secara verbal maupun
tertulis)
Jadi complain adalah wujud
ekspresi ketidakpuasan dari pelanggan aau penerima layanan atas tindakan
layanan yang diberikan oleh pemberi layanan.
Keluhan merupakan ungkapan publik yang bisa timbul karena adanya
ketidakpuasan publik atas suatu produk atau pelayanan. Namun tidak setiap
ketidakpuasan akan diungkapkan dengan keluhan. Pelanggan akan mengungkapkan
keluhan apabila merasa keluhan yang disampaikan mendapat tanggapan positif dan
tidak menyita waktu dan biaya. Sebaliknya bila penanganan keluhan tidak
praktis, pelanggan akan lebih memilih untuk tidak mengungkapkan keluhannya
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
apakah seorang pelanggan yang tidak puas akan melakukan komplain atau
tidak, yaitu
a. derajat
kepentingan konsumsi yang dilakukan,
b. tingkat
ketidakpuasan pelanggan,
c. manfaat yang
diperoleh,
d. pengetahuan dan
pengalaman,
e. sikap pelanggan
terhadap keluhan,
f. tingkat
kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi,
g. peluang
keberhasilan dalam melakukan komplain.
Hirschman mengungkapkan tiga bentuk
respon yang dapat dilakukan masyarakat atas pelayanan yang mengecewakan, yaitu
(Hirscman,
1970:39) :
1. Exit, dilakukan ketika masyarakat tidak
puas pada pelayanan dengan mencari alternatif pelayanan dari organisasi lain
2. Voice, dilakukan melalui keluhan pada
birokrasi pelayanan
3. Loyalty, merupakan
bentuk kesetiaan terhadap birokrasi yang melakukan pelayanan, meskipun
mempunyai pilihan untuk exit, namun
lebih memilih voice untuk
mengungkapkan kekecewaan kemudian tetap loyal pada organisasi meskipun
mempunyai rasa kecewa.
Keluhan sering dipandang sebagai hal
buruk bagi kehidupan organisasi, sehingga banyak pihak berusaha menutupi atau
mengabaikannya. Padahal keluhan menjadi peringatan bermanfaat untuk meningkatkan
kualitas organisasi. Bahkan dengan kemampuan mengelola dan merespon keluhan
dapat menjadi kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan, yaitu
meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan, bahkan dapat meningkatkan
keuntungan (Suryadi, 2008:51).
Bahkan mungkin pula terdapat organisasi yang malah menganggap komplain atau
keluhan sebagai upaya menjelekkan organisasi sehingga mereka cenderung
melakukan penolakan terhadap komplain yang dilakukan oleh pelanggan.
Sebagaimana yang terjadi pada kasus Prita Muliasari yang sempat menghebohkan
dunia medis Indonesia tahun 2009. Prita Mulyasari adalah ibu dua anak, mendekam di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, gara-gara curhatnya melalui surat
elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional
Alam Sutera.
Kisah Prita
bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni Internasional pada 7
Agustus 2008. Selama perawatan, Prita tidak puas dengan layanan yang diberikan.
Ketidakpuasan itu dituliskannya dalam sebuah surat elektronik dan menyebar
secara berantai dari milis ke milis. Surat elektronik itu membuat Omni berang.
Pihak rumah sakit beranggapan Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit
tersebut beserta sejumlah dokter mereka. (Jakarta, Kompas.Com. Rabu, 3 Juni
2009)
Keluhan
dapat muncul karena adanya perbedaan antara persepsi dan harapan pengguna
layanan dengan pelayanan yang diberikan, sehingga apa yang diharapkan pengguna
layanan kurang sesuai atau tidak diberikan oleh pemberi layanan. Hal tersebut
menyebabkan kesenjangan-kesenjangan yang sesuai dengan konsep kualitas jasa
Servqual. Misalnya standar pelayanan yang ditetapkan ternyata tidak sesuai
dengan pelayanan yang diberikan untuk masyarakat. Hal tersebut menyebabkan
adanya kesenjangan antara penyampaian jasa yang dilakukan dengan spesifikasi kualitas
jasa. Bila kesenjangan-kesenjangan yang terdapat dalam konsep kualitas layanan
Servqual terjadi, maka akan timbul keluhan dan untuk itulah proses handling complaint diperlukan untuk
menyelesaikan masalah yang disebabkan oleh kesenjangan-kesenjangan tersebut.